Senin, 29 April 2013

Tugas Manajemen Ritel 4 & 5



Nama : Poetry Firstariana
Kelas : 3DD01
NPM : 3521346


METODE OPERASI RITEL
 

1. RITEL DALAM BENTUK TOKO
Fungsi Retail
            Ritel merupakan tahap akhir proses distribusi dengan dilakukannya pnjualan langsung pada konsumen akhir. Dimana bisnis retail berfungsi sebagai perantara antara distributor dengan konsumen akhir, Retailer berperan sebagai penghimpun barang, took retail sebagai sebaga temat rujukan. Ritail berperan sebagai penentu eksistensi barang dari manufacture di pasar konsumsi.

KARAKTERISTIK DAN TIPOLOGI
1. Karakteristik
• Small Enough Quantity (Partai kecil,dalam jumlah secukupnya untk dikonsumsi sendiri dalam periode tertentu)
• Impulse buying (kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyak pilihan untuk konsumen)
• Store Condition ( KOndisi lingkungan dan interior dalam toko)
2. Tipe Bisnis Retail Klasifikasi retail berdasarkan :
Kepemilikan ( Owner ):
· Single-Store Retailer (tipe yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko umumnya dibawah 100 m²)
· Rantai Toko Retail (toko retail dengan banyak cabang dan dimiliki oleh institusi perseroan)
· Toko Waralaba (toko yang dibangun berdasarkan kontrak kerja sama waralaba antara terwaralaba dengan pewaralaba)

Merchandise Category:
· Specialty Store/ Toko Khas (Menjual satu jenis kategori barang yang relative sedikit/ sempit)
· Grocery Store/ Toko Serba Ada (menjual barang groceries (sehari-hari))
· Departement Store (menjual sebagian besar bukan kebutuhan pokok, fashionable, bermerek, dengan 80% pola konyinyasi)
·  Hyperstore(menjual barang dalam rentang kategori barang yang sangat luas)

Luas Sales Area :
·  Small Store/kiosk (kios kecil yang umumnya merupakan toko retail tradisional, dioperasikan sebagai usaha kecil dengan sales kurang dari 100 m²)
·  Minimarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara 100-1000 m²)
·  Supermarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara 1000-5000 m²)
·  Hypermarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara lebih dari 5000 m²)
Non-Store Retailer :
·  Multi-Level-Marketing (MLM) : Model penjualan barang secara langsung dengan system komisi penjualan berperingkat berdasarkan status keanggotaan dalam distribution lines
·  Mail & Phone Order Retailer ( Toko pesan antar ) : perusahaan yang melakukan penjualan berdasarkan pesanan melalui surat atau telepon
·  Internet/ Online Store (e-Commerce) : Toko Retail di dunia maya yang mengadopsikan internet ke dalam bentuk online retailing

2.    RITEL DALAM BENTUK BUKAN TOKO
Untuk menemukan pola-pola bisnis ritel secara e-commerce ( Amir Hartman dalam bukunya “Net-Ready” (Hartman, 2000) secara lebih terperinci lagi mendefinisikan E-Commerce sebagai “suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (B-to-B) maupun antar institusi dan konsumen langsung (B-to-C)”. ), tentu saja harus Mempelajari transformasi dari pola-pola penjualan retail secara fisik.
Permasalahan inti dalam perdagangan retail mempunyai 4 elemen
1. Mendapatkan product yang tepat,
2. harga yang tepat,
3. waktu yang tepat
4. Tempat yang tepat
Ada 4 pengacau dalam retail bisnis menurut Joseph L.Bower dan Clayton M Pengacau pertama datang dalam bentuk Departmen Stores.
1.      Kelebihan Department stores dibanding retail biasa adalah kecepatan perputaran barang dan mampu menampilkan jumlah product yang sangat banyak dalam 1 store mereka. Department Store rata memperoleh keuntungan 40 % setiap kali perputaran barangnya ( rata-rata 3 kali setahun),jadi mereka bisa memperoleh keuntngan 120 %/thn.
2.      Pengacau kedua adalah Toko pemberi diskon Hampir sama dengan Toko pemberi Diskon mereka bisa memberikan diskon s/d 23%/thn dan bisa sampai 5 kali perputaran / tahunnya. Bisnis retail melalui internet belum bisa diukur secara signifikan, tetapi Amazon.com mampu mendapat marjin 5%/tahun dengan perputaran barang sebanyak 25 kali / tahun, hampir sebanding dengan marjin dari bisnis retail secara fisik dengan Department stores dan Toko pemberi diskon. Toko pemberi diskon pada akhirnya akan melawan sesama toko pemberi diskon yang lain, karena toko retail biasa sudah bukan menjadi lawan mereka.
3.      Pengacau ketiga datang dalam bentuk Bisnis ritel dalam bentuk Katalog Sasarannya adalah konsumen yang berada di kedalaman pemukiman, ini juga yang disebut oleh “Richard sears” sebagai rumah perbekalan paling murah didunia , dan mengkompensasikan kekurangan pelayanan pribadi dengan jaminan uang kembali. Katalog adalah dasar dari toserba online yang ada saat ini.
4.      Pengacau Keempat dan terbesar yang sedang berlangsung saat ini adalah Online retail seperti yang dilakukan pelaku bisnis online karena sama mendasarnya dengan tiga kekacauan sebelumnya. Dari 3 pengacau sebelumnya Peretail Internet mampu mengemban 4 tugas besar semua pelaku retail sebelumnya, yaitu : Product, tempat, harga dan waktu. Poduct ? semua product bagus dan baik dapat ditampilkan disitu Tempat ? Web adalah toko yang sangat baik dan tidak ada satupun toko konvensional dapat menandinginya. Harga ? Online retail adalah surga bagi Konsumen karena penawaran yang sangat fleksibel tiada banding, dengan hanya marjin 5% saja Amazon.com dapat memutar barangnya sebanyak 25 Kali /tahun. Waktu ? Dengan Toko retail online berupa web, toko bisa buka 24 jam penuh 7 hari setiap waktu tanpa perlu ada yang menjaga, sehingga transaksi dapat dilakukan anytime , anywhere. Seiring waktu bisnis retail online mulai merubah strateginya dari generalis( konsep department store ) ke Spesialis, yaitu dengan hanya menawarkan product2 tertentu, misalnya : sebuah web hanya menjual Buku ( online book stores ) dll. Akhir dari Resume ini adalah bahwa bisnis retail konvensional dengan retail internet tetap harus berhubungan, karena dalam kenyataannya bahwa seseorang yang membutuhkan sesuatu barang dengan cepat pasti akan menuju mobilnya tanpa menuju komputernya.

3.  RITEL WARALABA
            Menurut John Naisbit dalam bukunya yang berjudul Megatrends, mengatakan bahwa waralaba adalah konsep marketing yang paling sukses dalam sejarah umat manusia. Menurutnya, di USA, setiap 8 menit, lahir satu oulet waralaba. Konsep waralaba ini kemudian merambah sampai ke Indonesia, dimana 10 tahun terakhir ini banyak bermunculan pebisnis yang menawarkan konsep waralaba kepada masyarakat (calon investor).
             Konsep baru ini menjadi topik hangat dikalangan dunia usaha dan media bisnis. Akibatnya, semakin banyak orang yang tertarik untuk menamkan uangnya dengan membeli waralaba atau sekedar lisensi bisnis atau paling tidak mengetahui lebih detail bagaimana sistem waralaba itu sebenarnya, hal ini dapat dilihat dari ‘laris manisnya‘ buku-buku yang mengupas masalah waralaba atau franchise dan tingginya minat pengunjung di acara pameran franchise.
            Namun yang perlu diketahui, bahwa ternyata tingkat kesuksesan waralaba di indonesia hanya mencapai 60% saja, sedangkan di negei asalnya, Amerika mencapai 90%. Selain itu, menurut Amir Karamoy, Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia yang juga pemilik Konsultan AK & Partners, menyatakan bahwa terjadi perbedaan tingkat kegagalan yang sangat mencolok antara waralaba lokal dibanding waralaba asing. Tingkat kegagalan waralaba lokal berkisar antara 50-60%, sedangkan tingkat kegagalan waralaba asing di Indonesia hanya berkisar 2% – 3 % saja.

Peraturan Pemerintah Tentang Waralaba
            Beberapa faktor penyebab kegagalan waralaba yang paling utama adalah kegagalan meraih target penjualan yang memadai, hal ini biasanya karena tempat usaha yang kurang strategis.
            Faktor-faktor lainnya antara lain adalah kurangnya support dari penjual franchise kepada franchisee misalnya dalam dukungan promosi, manajemen dan lain-lain sehingga terkesan franchisee berjalan sendirian, dan ada juga yang mengatakan karena naiknya harga bahan baku dan inflasi yang berimbas pada lemahnya daya beli masyarakat secara umum.
            Selain itu, faktor yang tak kalah pentingnya adalah “mindset” franshisee/ pembeli waralaba yang berfikir bahwa membeli waralaba itu artinya tinggal terima untung saja dan “terlalu mengharapkan” franchisor yang bekerja, atau telalu berharap pada sistem yang bekerja. Padahal seharusnya franchisee itu juga ikut kerja keras memajukan garainya, dan mengawasi sistem apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak. Apalagi jika bisnis yang dimasuki adalah bisis makanan yang itemnya banyak dan sangat perlu diatur manajemen logistiknya, mengingat makanan hanya tahan beberapa hari sebelum rusak. Jadi jangan sampai terbuang percuma.
            Saat ini, yang paling ramai bisnis yang di-franchise-kan adalah dibidang bisnis makanan, maklumlah, karena makanan adalah merupakan kebutuhan paling pokok manusia, dan semua manusia perlu makan. Oleh karena itulah bermunculan franchise yang bergerak dibidang makanan ini, seperti yang berasal dari luar negeri antara lain : McDonnald, KFC, Dunkin Donuts, dan lain-lain. Sedangkan yang dari lokal antara lain : RedCrispy, Andrew Crepes, Bakmi Raos dan lain-lainnya. Selain franchise yang produknya berupa makanan, juga ada franchise yang produknya berupa non makanan dan jasa, misalnya dibidang pendidikan, pengantaran barang, salon, busana dan lain-lain.
Ritel dapat dikelompokan sebagai berikut:
a. Supermarket tradisional
  supermarket tradisional melayani penjual makanan, daging, serta produk-produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-produk nonmakanan      
 b. Big-box retailer
 Pada format big-box retailer, terdapat beberapa jenis supermarket, yaitu  supercenter, hypermarket, dan warehouse club.
Supercenter adalah supermarket yang mempunyai luas lantai 3.000 hingga sebanyak 30-40% dan produk-produk nonmakanan sebanyak 60-70%   
  Hypermarket merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih dari     18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan 60-70% dan produk-produk umum 30-40%. Memiliki persediaan lebih dari 25.000 item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, elektronik, dan sebagainya.
v  Warehouse ukurannya antara lebih dari 13.000 meter persegi dan lokasinya biasanya diluar kota, produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa lainnya
c. Convenience Store
Luas lantai ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi, convenience store ditunjukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari produk-produk yang diinginkannya
d. General Merchandise  retail
Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori, department store, off-price retailing, dan value retailing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut